Translate

Sabtu, 15 Maret 2014

Assalamualaikum wr. wb

 Sekitar delapan bulan yang lalu terakhir kalinya saya mempostkan kiriman saya di Blog ini. Saat itu adalah masa - masa terakhir saya di SMA. Tahun telah berganti... ketika saya membuka blog ini kembali, pikiran saya terlempar akan kenangan yang lampau. Yah... saya akui itu adalah salah satu dari sekian banyak masa - masa indah di hidup saya. 

 Kini saya melanjutkan studi saya di Institut Pertanian Bogor dengan jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Alhamdulillah Allah telah mengabulkan keinginan saya ini. Banyak kisah yang saya temui selama hampir sembilan bulan tinggal di Bogor ini. Pengalaman baru, pengetahuan baru serta wajah - wajah baru yang mengisi hari - hari saya. 

Bagaimana dengan kawan - kawan lamaku?

Alhamdulillah... mereka semua menempuh jalan sukses mereka masing - masing. Sahabatku Dina, kini ia menjadi mahasiswi akuntansi di Unsika Karawang. Lalu Lala, ia melanjutkan studinya di DIII Kehutanan UGM Yogjakarta. Untuk Melita, kini ia menuntut ilmu di pulau seberang, di STBA jurusan Bahasa Inggris Kota Lampung. Sedangkan Betty, menuntut ilmu di Teknik Informatika Universitas Sebelas Maret Solo. Celine sendiri tetap berdiam di Pemalang, ia melanjutkan studinya di Universitas Terbuka, namun saya telah lama tak mendengar kabarnya hingga kini. Untuk Faizah, ia memulai suksesnya dengan jalan lain daripada kami. Ia bekerja disuatu perusahaan, entah apa? hingga kini saya tidak mengetahui secara pasti.

Ada sedikit cerita mengeenai sahabat saya Melita, bulan lalu tepatnya tanggal 12 Februari 2014 usia saya genap 19 tahun. Sahabat saya yangg satu ini, entah kenapa tiba - tiba saja mengirimkan pesan kepada saya kata - kata yang menyakitkan hati saya dan membuat saya penuh dengan pertanyaan, apa yang sebenarnya terjadi. Namun tidak hanya kepada saya hal itu terjadi namun juga terhadap Lala. Kami berdua tak mengerti apa salah kami. Kami telah mencoba untuk meminta maaf seketika itu juga, namun hanya jawaban tak mengenakkan hati yang kami dapat. Selang beberapa minggu kami, lebih tepatnya saya, memilih untuk berdiam hingga akhirnya tadi malam saya mencoba mengirimkan pesan pada chat facebooknya, namun sayang tak ada respon apapun. Saya hanya berharap, semoga suatu hari Allah mempertemukan kami dan mempersatukan kami kembali seperti sedia kala. 

aamiin 

Wassalamua'alaikum wr. wb. :)


Bogor, 16 Maret 2014

Kamis, 23 Mei 2013

Dear my blog...
ini untuk pertama kalinya aku menulis langsung disini. biasanya aku perlu mengetik dulu di komputer, lalu aku copas :D

besok adalah hari yang bersejarah buatku.  Tepatnya tanggal 24 Mei 2013, pengumuman hasil UN 2013 tingkat SMU sederajat. 
Rasanya deg - degan, aku gugup dan sangat nerveous... huft ^o^ semoga hasilnya memuaskan Ya Allah :)
dan sebentar lagi aku akan berpisah dengan para sahabatku :( 
sebenarnya sih hanya jarak yang memisahkan dan kami masih tetap bisa berkomunikasi... namun tetap saja terasa jauh. 
*Apa ya? yang akan terjadi pada kami 1 tahun yang akan datang.... apakah masih sama seperti sekarang?
entahlah ....
aku berharap kami tak saling melupakan. :)

para sahabatku tercinta :* 
Cunok, Dinol, Bety, Melita, Celine dan Faizah :) 
AKU PASTI MERINDUKAN KALIAN SEMUAAAA !!!!!!!!!!! :')






Senin, 06 Mei 2013

Yang terlewatkan


Yang Terlewatkan
            Panas matahari terasa begitu menyengat di tubuh Gea. Sudah dua jam ia berdiri mematung sambil hormat kepada Sang Merah Putih di lapangan. Ya…doi memang tak pernah absen kena hukuman karena sering terlambat ke sekolah. Alasannya pun macam – macam, mulai dari bangun  kesiangan lah, ban sepeda bocor lah , mengantar adiknya ke sekolah lah (padahal ia anak tunggal) dan bla…bla…bla. Guru BP nya pun sudah hafal dengan semua alasan doi.
            Dua setengah jam  telah  berlalu, Bu Retta, guru BPnya mengizinkan  ia masuk ke kelas.
“Sial ! kenapa sih gue musti telat terus ke sekolah!” gerutunya.
Sambil berjalan  ia menggerutu. Kelas Gea berada di ujung SMU Bintang, tepatnya kelas XII IPA 4. Tanpa disadari saat melewati ruang tata usaha (alias TU) Gea menabrak seorang murid laki – laki.  Karena badan Gea yang kecil ia pun terjatuh ke belakang.
“Auuuww sakkkiiitt!” Gea mengaduh. “Lu jalan nggak hati - hati, lain kali kalo jalan tuh liat – liat ! jangan asal ngelonyor kaya’ bajaj” Gea kesal.
Namun,  yang diajak bicara hanya diam dan terkesan cuek. Ia hanya mengulurkan tangan bermaksud untuk membantu Gea berdiri. Gea menepisnya tanda tak mau di bantu. Murid laki – laki itupun  pergi dengan santainya tanpa rasa bersalah.  
“Hey…! Tunggu, urusan kita belum selesai, hey!” teriak Gea.
Akhirnya, dengan  perasaan  kesal dan menahan  kesakitan Gea melanjutkan jalannya.
            Pada jam istirahat Gea harus menyalin semua catatan yang ia lewatkan karena hukuman pagi tadi. Bu Kintan, guru kimia super killer di SMU Bintang menyuruhnya untuk menyelesaikan hari itu juga, karena besok ada ulangan pada jam pertama.
“Hey, Ge nyalin catatan Bu Kintan lagi ya?” sapa Upi, sahabat Gea sejak SMP.
“Lu tahu sendiri kan, gue  nggak pernah  absen sama urusan yang satu ini.” balas Gea.
“Kenapa sampe lu telat lagi?”
“Semalem gue  liat Twilight, jadi kesiangan, gue ngantuk banget nih sekarang.” jawab Gea sambil terus menulis.
“Dasar maniak, bukannya lu udah liat tuh film puluhan kali?”
“So, mau puluhan kek, ratusan kek, whatever”
“Hallo, sahabat gue yang manis, lu udah kelas tiga tahu  nggak,  berubah  kek, kurangi tuh kebiasaan lu yang nggak penting.”
Nasihat Upi hanya dibalas dengan tawa kecil oleh Gea.
“Dasar! By the way, lu udah tahu belum di kelas gue ada anak baru?” Tanya Upi.
Gea hanya menggeleng, lalu melanjutkan menulis kembali sambil menyibakkan sebagian poninya yang menjuntai hingga menutupi mata.
“Namanya Dirgantara Putra, panggilannya Igan, dia pindahan dari Jogja gitu, nanggung banget ya padahal mau ujian.” terang Upi.
“Igan, aneh banget tuh panggilan” Upi hanya mengangkat bahu .
“Kayak gimana anak baru itu?” tanya Gea kurang semangat, karena doi lelah menulis sebanyak 10 lembar.
“Agak cuek sih, tapi manis tampang innocent gitu deh.”
“Innocent?” Gea berhenti menulis. “Ngomong – ngomong soal innocent, tadi pagi setelah Gue dihukum Bu Retta, Gue ditabrak ama cowok di depan TU, tuh cowok judes banget! Nggak ngaku salah ama minta maaf lagi langsung ngelonyor aja gitu tanpa ngerasa bersalah.” Jelas Gea kesal.
“ Lu kenal sama tuh cowok?”
“Kayaknya sih enggak, Gue nggak pernah liat mukanya di sekolah ini.”
“Jangan – jangan yang tabrakan ama lu tadi tuh Igan lagi.”
“Heh, maybe. Siapapun orangnya Gue bakal buat perhitungan ama tuh orang!”
            Bel pulang sekolah pun berdering. Gea selesai juga menyalin 20 lembar catatan kimia Bu Kintan. Kini tangannya telah keriting dan harus segera dibawa ke salon untuk rebonding (hehe :D). Ternyata, Upi telah menunggu Gea di parkiran. Gea pun segera menghampiri Upi. Saat istirahat tadi Upi telah berjanji akan menunjukkan si murid baru setelah pulang sekolah.
“Mana Pi, tuh anak belum lewat kan?’’ tanya Gea.
Upi masih sibuk mengamati satu persatu orang yang lewat dihadapan mereka. Dan akhirnya mata Upi berhenti pada cowok berjaket putih di seberang mereka.
“Nah tuh dia, si anak baru.” Kata Upi.
“Mana?” Gea menelusur.
“Itu yang berjaket putih, di seberang itu” terang Upi. Mata Gea berhenti tepat pada apa yang ditunjuk Upi.
“Dia?!” Gea menganga
“Iya, itu Igan.”
“Jadi dia, cowok yang nabrak gue tadi pagi?” “Resek banget, Gue harus bikin perhitungan ama dia.” Gea langsung melesat.
            Igan menutupkan tudung jaketnya ke kepala.  Sepasang headset telah melekat ditelinganya.  Ia menyetting volume paling tinggi hingga yang terdengar hanya alunan Will rain dari Bruno Mars. Tak lama, ia dikejutkan oleh seorang gadis yang tiba – tiba muncul dihadapannya dengan tampang judes serta berkacak pinggang. Namun, Igan tetap memasang tampang stay cool. Seorang gadis  lari tergopoh – gopoh terlihat sangat kepayahan mengejar gadis yang pertama. Gadis yang pertama tampak membuka dan menutup mulutnya berulang kali dengan luas yang cukup lebar. Sepertinya, ia sedang bicara. Dengan raut muka yang sedikit ngotot, mata yang melotot seperti mau copot. Sedangkan, gadis yang kedua terlihat panik dan  menarik – narik  lengan gadis yang pertama. Igan tampak sedikit heran. dan mengangkat alis kanannya. Kini di hadapannya ada dua gadis yang ia tak kenal siapa mereka dan tak tahu sedang berbuat apa. Ekspresi  kedua gadis tersebut seperti katak yang sedang berpaduan suara namun tak terdengar suaranya. Akhirnya dengan santai Igan melangkah pergi.
“Hey tunggu, gue belum selesai bikin perhitungan ama lu!” teriak Gea pada Igan, Upi terus menahan tangan Gea.
“Udah Ge, jangan memperpanjang masalah gitu, ntar lu kenapa – kenapa gimana?” cegah Upi.
“Resek banget tuh orang, awas aja kalo ketemu gue lagi!”
“Udah…udah, sekarang kita pulang yuk!” Upi menyeret Gea. Dan akhirnya mereka pulang.
            Hari berikutnya pada jam istirahat, Gea bermaksud menghampiri Upi di kelasnya. Saat melewati tepi lapangan basket, ia melihat segerombolan murid cowok sedang bermain basket. Mata Gea terpusat pada salah seorang dari mereka. Namanya Roys, cowok berpostur tinggi dengan kulit putih dan berwajah mirip Christian Sugiono. Dia salah satu bintang basket di sekolah. Gea telah menjadi penggemar setianya sejak masuk SMU. Sebenarnya Gea pernah dekat dengan Roys di dunia maya, saat duduk di bangku kelas dua. Namun sayangnya Roys sudah punya kekasih, namanya Kesha, dia murid IPS di sekolah Gea. Harapan Gea mendadak pupus saat itu. Namun akhirnya mereka kembali dekat di dunia maya setelah Roys putus dengan Kesha. Hingga sekarang Gea masih dekat dengan Roys, namun tetap saja di dunia maya. Mata Gea terus terpaku hingga tak sadar sebuah bola melayang tepat dijidatnya. Gea pun pingsan.
            Perlahan – lahan mata Gea terbuka. Keningnya berkerut, kepalanya masih terasa berat karena benturan bola tadi.
“Lu udah sadar Ge?”, sapa Upi yang menunggunya di ruang UKS.
“Kepala Gue pusing banget, ini dimana?”
“Lu di ruang UKS, dan tahu nggak siapa yang bawa lu ke sini?”
Gea menggeleng lemah.
“Igan, dan…dia juga yang nggak sengaja nglempar bola ke arah lu.”
“Igan?!” Gea langsung terlonjak dan sekejap ia lupa dengan rasa sakitnya. “Jadi tuh anak yang nglempar bola ke gue, tuh anak emang nggak bisa dimaafin ya, udah dua kali dia bikin perkara ama gue dan nggak minta maaf…”
“Tap...tapi Ge…” Upi mencoba mencela.
“…Gue udah naik pitam nih Pi, sepatu mana sepatu, gue harus samperin tuh orang dan bikin perhitungan ama dia.”
“Ge…tapi Ge, lu… .”
Tepat saat Gea melangkah ke depan  pintu. Igan muncul membawa segelas teh hangat.
“Nah, ini dia orangnya, panjang umur banget ya lu, dasar nggak tahu malu ya  lu, udah salah dua kali dan nggak minta maaf lagi, lu punya etika nggak sih, hah?” omel Gea. Igan menghela nafas.
“Huft, oke…gue minta maaf, udah?”
“Lu pikir segampang itu, lu udah bikin badan  gue remuk dan  gagar otak tahu nggak lu harus tanggung jawab!”
Upi pun mendekat dan mencoba menenangkan Gea.
“Lu tuh nggak tahu terima kasih ya, udah di tolongin juga, kalo gue tahu lu kaya’ gini gue ogah nolongin lu, biarin aja lu pingsan di situ.” Igan membalas.
“Lu tuh bener – bener resek ya, gue nggak akan maafin lu.”

“Ge…udah, jangan berantem gitu, aduuhh…” Upi mencoba menahan Gea.
“Siapa juga yang perlu dimaafin ama lu.”
“Udah dong kalian jangan berantem lagi!” Upi melerai keduanya.
Igan mendesah, dan berlalu sambil berkata “Dasar cewek galak.”
“Eh apa lu bilang, hey tunggu gue belum selesai ngomong buat perhitungan ama lu!”
Upi terus menahan Gea. “Udah Ge, lu nggak usah memperpanjang masalah kaya’ gitu.”
            Minggu sore, di lapangan basket SMU Bintang, suasana begitu ramai. Para supporter dari kedua tim yang akan bermain terlihat sangat antusias. Kali ini akan ada pertandingan antara SMU Bintang melawan SMU Mars. Gea duduk di tepi lapangan dekat dengan tempat duduk para pemain SMU Bintang. Pandangannya tak teralihkan tetap tertuju pada Roys, kapten tim basket SMU Bintang itu sedang menali sepatunya. Lalu semenit kemudian pandangan mereka bertemu, Roys tersenyum manis pada Gea, Gea tersipu malu jantungnya pun berdebar kencang seperti gendering perang. Lalu pandangan Gea beralih pada seseorang dan terkejut.
“Tuh anak ngapain di situ?” Gea bertanya sendiri.  
“PPrrriiiiiiiiittt!!!”. Peluit tanda permainan dimulai pun berbunyi, Gea asyik memberi  semangat kepada Roys.  
Tiba – tiba seorang pemain dari SMU Bintang mengalami cidera, Igan  menggantikan posisinya. Pertandingan telah berlangsung 10 menit, SMU Mars memimpin dengan skor 30 sedang SMU Bintang masih 25. Namun beberapa menit kemudian mereka mampu menyusul ketertinggalan skor. Dan SMU Bintang pun memimpin dengan skor 40. Gea setengah tak percaya dengan kemapuan Igan, ternyata permainan Igan lebih bagus daripada Roys, si bintang basket.
Dan berkat Igan, SMU Bintang pun membawa pulang piala kemenangan.
            Setelah pertandingan selesai Gea memberikan ucapan selamat kepada Roys.
“Selamat ya, permainan lu hebat.” Gea mengulurkan tangan.
“Thanks.” Roys membalasnya sembari tersenyum.
“Roys, ayo temen – temen udah pada nungguin tuh!” Aryo, salah satu pemain inti memanggil Roys. Mereka akan merayakan kemenangan mereka di salah satu fast food di kota mereka.
“Oke!” Roys mengacungkan jempolnya, “Kalo gitu gue duluan ya.”
“Iy…Iy…Iya.”
Matahari sudah semakin tenggelam, Gea masih menunggu bus kota di halte 100 meter dari sekolah  untuk pulang ke rumah. Sudah  lima belas menit Gea menunggu namun tak ada  satu pun bus yang lewat. Tiba – tiba hujan turun dengan derasnya.
“Aduh, kok tiba – tiba ujan sih, yah mana bus nya nggak lewat – lewat lagi, gue kapan pulangnya nih.” keluh Gea.
            Igan memacu motornya dengan kecepatan rendah, ia sengaja pulang terakhir agar ia tak ikut acara perayaan kemenangan tim basketnya. Saat melewati halte matanya menangkap sesosok wajah yang ia kenal. Ia pun memutar balik.
“Ge, cepet naik!” Derasnya hujan membuat suara Igan samar – samar.
“Apa, gue nggak denger!”
“Cepet naek!” Igan bersuara sekali lagi.
“Gue nggak denger lu ngomong!”
Akhirnya Igan turun dari motornya dan menarik Gea menuju motornya. Kemudian ia melepas jaketnya dan memberikannya ke Gea. Gea terkejut, setelah adegan berantem mereka tempo lalu ia pikir Igan benci padanya seperti ia yang membenci Igan.
“Malah bengong, buruan dipake, rumah lu dimana?” tanya Igan.
“Eh…Perumahan Kemuning.” Gea segera memakainya dan naik ke motor Igan. Igan   langsung memacu  motornya dengan kecepatan tinggi. Gea sebenarnya takut dengan kecepatan tinggi, sepanjang perjalanan ia memeluk tubuh Igan erat. Setelah sampai di rumah Gea, tanpa berbasa – basi Igan langsung melesat pergi. Padahal Gea ingin mengucapkan terima kasih.
“Dasar cowok aneh, bener – bener nggak punya etika.” Gea berbicara sendiri.
Karena kehujanan Gea sedikit demam, badannya panas. Setelah makan dan minum obat yang diberikan ibunya, Gea memutuskan untuk berbaring di atas ranjangnya. Tak lama handphone Nokia Asha 300 nya berdering, tanda pesan masuk. Dari Roys, isinya : HI…BOLEH GUE NELPON?
Gea agak gembira, pangeran pujaannya ingin menelpon. Ia pun segera membalas : IYA, TENTU J
Lalu mereka pun mengobrol hingga larut malam.
Sementara itu di kamar Igan, Igan sedang sibuk memencet – mencet tombol handphonenya,  ia sedang mencoba menelpon seseorang. Sudah lima kali ia mencoba menelpon nomor tersebut namun jawabannya tetap sama, MAAF NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG SIBUK, COBALAH BEBERAPA SAAT LAGI…itulah kata si operator. Akhirnya, karena kesal ia pun berpaling pada nomor yang lain.
“Malem, kenapa Gan?” Sapa Upi di ujung sana.
“Gea, gue nggak tahu tuh, udah tidur kali, atau mungkin lagi ngobrol ama orang lain, emang kenapa?”
“Eh, enggak gue cuma pengen tahu keadaannya dia, soalnya tadi dia kehujanan.” jawab Igan.
“Gea kehujanan, kok bisa?” tanya Upi.
“…ya begitulah, aku takut dia demam dan nggak masuk sekolah.” Jawab Igan.
“Ehem, sejak kapan Igan yang angkuh ini khawatir ama orang, lu suka ya ama Gea, ngaku aja deh lu.”
“Sebenarnya sih iya, dari mulai awal kita bertemu, bisa dibilang love in the first sight.” aku Igan.
“Tapi kenapa saat lu tabrakan ama dia, lu ninggalin dia gitu aja?”
“Sebenernya Gue mau nolongin, tapi dia nangkis uluran tangan Gue dan Gue malu saat itu.”
Igan pun bercerita panjang lebar kepada Upi tentang perasaannya pada Gea. Dan Upi pun menceritakan semua tentang Gea, dan kedekatannya dengan Roys.
            Detak jarum jam di kelas Gea terasa begitu nyaring di telinga Gea, meskipun saat itu suasana kelas cukup gaduh karena guru yang mengajar belum masuk. Gea tak sabar menunggu hingga pulang sekolah, karena ia ada janji denga Roys. Mereka akan makan siang bersama. Pikirannya terus membayangkan hal tersebut. Hingga ia tak sadar, Bu Kintan telah masuk ke dalam kelas dan memulai pelajarannya. Gea masih asyik melamun. Dan tiba – tiba Bu Kintan mengajukan sebuah pertanyaan untuk Gea.
“Gea…coba sebutkan kegunaan dari Keton!”
Namun Gea masih diam, ia masih asyik melamun.
“Ayo Gea apa saja kegunaan dari Keton?”
Tetap diam dan senyum – senyum sendiri. Bu Kintan pun meradang dan akhirnya “GEEEAAAAAAA!!!” Seluruh isi kelas pun bergoncanng, kertas dan buku berterbangan ke sana kemari. Kelas menjadi berantakan seperti telah terjadi gempa bumi yang dahsyat. Gea pun akhirnya tersadar dari lamunannya.
“Iy…Iya Gue cinta ama lu.” Gea geragapan. “Oopz!”
“Ibu juga cinta sama kamu Gea.” Bu Kintan semakin meradang.
Dan akhirnya Gea harus keluar dari kelas Bu Kintan. Dan tidak boleh mengikuti pelajaran. Gea pun memutuskan  pergi ke perpustakaan. Di perpus ia pun masih melamun sembari berjalan melewati lorong rak buku. Tangannya tak sadar menarik sebuah buku yang ternyata juga ditarik oleh seseorang di seberang lorong. Merekapun saling tarik menarik hingga beberapa saat. Namun sayangnya Gea tak berhasil mendapatkannya. Gea pun kesal dan menghampiri orang tersebut.
Ternyata orang itu Igan. “Elu? ini buku gue duluan yang ngambil.” Gea merebut buku tersebut dari tangan Igan.
“Enak aja,gue udah pegang duluan tahu.”
“Nggak bisa gitu dong, Gue udah liat ini buku dulaun.”
“GUE!” Igan tak mau kalah.
“GUUEE!!”
“GUUUEEE!
“GGUUUUUEEEE!!” mereka berteriak bersamaan. Tiba – tiba penjaga perpustakaan menghampiri mereka dan merebut buku tersebut.
“Kalian berdua keluar!” mereka berdua pun keluar.
Di depan pintu perpustakaan mereka masih berdebat.
“Ini semua gara – gara elu!” Gea menyalahkan Igan.
“Enak aja, lu tahu!”
“ELU!”
“ELUU!”
“EELLLUUU!”
Dan akhirnya mereka saling membelakangi dan melangkah pergi.
            Waktu yang di tunggu – tunggu Gea pun tiba. Gea merapikan baju dan rambutnya di toilet sekolah. Ia sedikit gugup, karena ini adalah kencan pertamanya dengan Roys selama mereka dekat. Meskipun dirinya dengan Roys belum resmi sebagai sepasang kekasih. Roys menunggu Gea di parkir sekolah.
“Hey, maaf ya nunggu lama.” Sapa Gea
“Nggak masalah kok.”
Mereka pun pergi. Igan memperhatikan mereka dari jauh. Hatinya sedikit sakit.
Setibanya di pusat perbelanjaan, Gea dan Roys menuju ke Café kecil di sana dan memesan makanan. Keduanya asyik mengobrol hingga tak sadar seorang pelayan datang membawa pesanan mereka.
 “Ge, biasanya cewek itu lebih suka boneka atau accessories?” tanya Roys.
“Selera cewek itu beda – beda, kebanyakan mereka suka keduanya tapi, kalo gue lebih suka boneka, emang kenapa?”
“Oh… enggak gue lagi nyari referensi aja buat kado seseorang.”
“Apa jangan – jangan Roys mau nembak Gue saat ulang tahun Gue nanti, dan ngasih Gue boneka beruang yang gede sebagai hadiahnya. Oh…so sweet!” Gea mengkhayal.
“Ge…Ge,l u gak papa kan?” Roys melambaikan tangannya di depan wajah Gea.
“Eh iya Roys, kenapa?”
“Lu nglamunin apaan sih, lu sakit?”
“Eh, enggak kok.hehe.” Gea meneguk jus alpukatnya. “Gue ngebayangin elu nembak Gue,Roys.”
Tiba – tiba handphone Roys berbunyi, Roys memandang nama yang tertera di layar handphonenya. Dari Kesha. “Gue angkat telfon dulu ya Ge?” kata Roys dan berlalu. Gea mengangguk. Sudah lima menit Gea menunggu Roys, namun tak kunjung kembali. Dan tiba – tiba lagu I’m Falling In love dari Melly Goeslow berdering dari handphonenya. Sebuah nomor tak dikenal tertera di layar handphonenya.
“Hallo?”
“Hey, cewek galak, mana jaket gue? Kenapa belum lu kembaliin? Jangan – jangan lu jual ya tuh jaket?”
“Igan? Oh jadi ini si cowok tengil, yee… siapa juga yang doyan ama jaket butut lu tuh!”
“Dasar nggak tahu terima kasih lu ya?”
“Eh lu tuh yang nggak tahu etika, salah sendiri langsung pergi gitu aja.”
“Dasar cewek galak!”
“Eh nyolot ya lu, dasar cowok tengil.” Gea langsung memutuskan sambungan. Hatinya benar – benar kesal pada Igan. Lantas ia segera pergi membayar makanan dan mencari Roys. Namun  sayangnya ia tak menemukannya. Hatinya semakin bertambah kesal, akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke rumah.
Setelah sambungan terputus, Igan tersenyum sendiri di kamarnya. Hatinya begitu gembira mendengar suara Gea. Meskipun mereka tak pernah akur saat bicara. Dan selama ini sifat angkuhnya semata – mata untuk mencari perhatian Gea. Satu minggu lagi Gea akan berulang tahun, Igan mengetahui hal tersebut dari Upi sahabat Gea. Dan Igan telah mempersiapkan sebuah boneka beruang besar kesukaan Gea.
            Malamnya, setelah kencan Gea dengan Roys yang berakhir  berantakan, Roys menelfon Gea. Ia meminta maaf dan merayu Gea  karena telah meninggalkannya di Café tadi. Gea pun luluh dengan rayuan Roys, dan ia juga mengundang Roys di perayaan kecil ulang tahunnya satu minggu lagi.
            7 April 2013, Gea berulang tahun yang ke 18. Sore itu, Gea merayakan ulang tahunnya secara kecil – kecilan hanya bersama Upi dan  ia juga mengundang Roys namun Roys belum datang.
Igan memarkir motornya di depan pagar rumah Gea. Ia sedikit kesusahan membawa boneka beruang untuk Gea. Setelah sampai di depan pintu rumahnya, ia merasa gugup dan mengurungkan niatnya untuk masuk memberikan boneka tersebut, akhirnya ia meninggalkan boneka tersebut di depan pintu rumah Gea dengan sepucuk surat dalam amlpop berwarna pink. Lalu ia pergi.
Tak lama setelah Igan pergi, Roys datang dan tak membawa apa pun. Ketika ia melihat boneka beruang di depan pintu rumah Gea, ia segera mengambilnya dan membaca surat  di dalam amplop. Lalu ia meremasnya dan membuang surat tersebut di pot bunga. Roys memencet bel, tak lama Gea membukakan pintu dan terkejut melihat Roys dengan boneka beruang besar seperti yang dibayangkan Gea.
“Ini special buat lu Ge, happy birthday.” Roys berbohong.
“Makasih banyak ya Roys, lu nggak perlu repot – repot begini lagi.”
“Apa sih yang enggak buat lu, gue ngak merasa terbebani kok.” Gea mempersilahkan Roys untuk masuk. Upi sedikit heran, kenapa Roys yang membawa boneka beruang dan bukan Igan. “Kemana Igan, apa dia lupa ya?” batin Upi.
            Murid SMU akan menghadapi ujian nasional tanggal 15 April besok. Berarti  satu minggu lagi. Semua siswa merasa gugup, tak terkecuali Gea, ia was – was terhadap mata pelajaran kimia. Selama ini ia tak pernah nyambung dengan materi yang diberikan oleh Bu Kintan itu.
“Pi, gue takut nih ama pelajarannya Bu Kintan, lu tahu sendiri kan gue nggak pernah nyambung ama kimia, ama guru yang ngajar aja nggak akur apalagi pelajarannya.” Keluh Gea.
“Ya lu juga sih selama ini bandel, sering telat dan sering buat salah ama Bu Kintan, gue kan udah sering nasihatin lu, tapi cuma lu anggep angin lalu.”
“Pi…maaf deh. gue nyesel sekarang, lu mau kan ajarin gue?” rengek Gea.
“Sebenernya gue juga nggak ahli sih dan selama ini gue minta tolong temen gue buat ngajarin gue. Dia itu jago banget kimia, kesayangannya Bu Kintan.”
“Siapa? Siapa? Gue mau dong diajarin juga.”
“Lu kenal dia kok.”
“Siapa?”
“Igan.”
“Whaaat?? Dia? Nggak..nggak…nggak lu bercanda ya? Cowok tengil itu, jago kimia? Mana mungkin.”
“Terserah lu mau percaya atau enggak, tapi itu fakta.”
“Walaupun itu fakta, gue juga ogah minta diajarin ma dia, sorry ya, mending gue nggak bisa ngerjain daripada minta tolong ama dia.”
“Dan lu mempertaruhkan nilai lu demi gengsi lu tuh?”
Gea tertohok kata – kata yang diucapkan Upi. “Benar juga sih apa kata Upi, kalo gue nggak bisa ngerjain berarti nilai gue ancur dong, dan gue nggak lulus?...ENGGGAAKK!”. “Eh…hehehe Upi sayang, bukan gitu maksud gue. Huft.. ya deh gue ngalah, gue mau diajarin ama Igan. Tapi ini terpaksa demi nilai gue.”
“Ok darling. Jam tiga sore di rumah gue.” Upi mengedipkan satu matanya.
            Akhirnya dengan berat hati Gea berangkat ke rumah Upi. Upi telah menunggunya di halaman belakang rumahnya. Igan belum terlihat datang.
“Mana si cowok tengil itu? Nggak tepat waktu banget sih.” celetuk Gea.
“Kenapa lu? Nggak sabar ya mau ketemu dia?” Upi menggoda.
“Ih… amit – amit, kalo bukan karena nilai gue, gue ogah ya.”
“Tuh orangnya nongol, hey Gan, udah ditungguin nih ama Gea, katanya nggak sabar.” celetuk Upi.
“Upi! Apaan sih, siapa juga yang nungguin dia.”
“Sorry ya guys gue telat, gue harus kumpul ama pemain basket lainnya tadi buat acara perpisahan.” kata Igan.
“Dasar jam karet.” Gea kesal.
Namun Igan pura – pura tak menghiraukannya. “Eh…Pi, bisa kita mulai sekarang? Sampai bab berapa kemarin?”
“Hih! Dasar cowok tengil. gue dikacangin!” gerutu Gea dalam hati.
“Woi, kenapa bengong? Lu mau belajar apa mau  jadi patung taman?” Igan menegur Gea.
Dan Igan pun mengajari Gea dan Upi tentang semua materi kimia yang akan keluar dalam ujian. Diam – diam Gea mengakui bahwa Igan memang hebat, dan ia juga sedikit terbantu. Meskipun ia belum 100% menguasai materi.
Tempat belajar kelompok, mereka gilir. Dan belajar kelompok terakhir ini giliran rumah Gea. Seperti biasa Igan mengulang materi yang kemarin dan memberikan materi selanjutnya. Saat sedang asyik, belajar tiba – tiba Lagu I’m Falling In Love berdering dari ponsel Gea.
“Eh sorry guys, kita break bentar ya?” Gea pergi ke halaman belakang.
Akhirnya belajar dihentikan sejenak. “Pi… Gea udah terima kado dari gue kan, gimana reaksinya?”
“Kado, kado yang mana?”
Igan sedikit heran dengan jawaban Upi. “Itu, boneka beruang yang gue taruh di depan rumah Gea saat hari ulang tahunnya.”
“Perasaan yang ngasih Gea boneka itu Roys deh, bukan elu, gue juga bingung sih, gue pikir lu lupa.”
“Ya enggak lah, gue beneran udah naruh tuh boneka di depan pintu rumahnya, ada suratnya pula dan itu atas nama gue” jelas Igan.
Tiba – tiba Gea muncul, “Guys aduh sorry banget ya, gue nggak bisa lanjut lagi nih, Roys ngajak gue jalan, nggak papa kan kalo kita udahan.”
Igan dan Upi saling berpandangan. Terlihat jelas raut wajah Igan cemburu. Ia segera membereskan buku – bukunya dan pergi tanpa berpamitan. Sesampainya di depan pintu rumah Gea, matanya melihat sesuatu di salah satu pot bunga. Ternyata itu suratnya. Igan meremas suratnya dan pergi.  
Gea keheranan dengan sikap Igan yang berubah angkuh. Namun, ia menganggap bahwa Igan hanya lelah dan ingin pulang. Upi masih di tempatnya dan mulai membereskan bukunya.
“Ge, lu yakin kalo Roys beneran suka ama lu?” tanya Upi tiba – tiba.
“Lu kok ngomongnya gitu Pi?” Gea balik bertanya.
“Ya, perasaan gue nggak enak aja, gue liat nggak ada keseriusan di wajah Roys, buktinya dia nggak nembak lu kan sampe sekarang?”
“Maksud lu apa Pi, lu mau ngejauhin gue ama Roys?”
“Bukan Ge, maksud gue tuh…”
“Udah deh Pi, ini hidup gue, gue yang ngejalani, lu nggak usah ngatur gue lagi…”
“Kalau gitu terserah lu aja Ge, gue sebagai sahabat cuma mau ngingetin lu” kata Upi lantas pergi. Gea kesal dengan sikap Upi yang suka mengatur.
            Seperti janjinya dengan Roys, mereka akan bertemu di Cafe. Gea berdandan sangat anggun. Ia memakai pita di kepalanya dan membiarkan rambut panjangnya tergerai. Tak lama Roys muncul. Lalu mereka memesan makanan. Sembari menunggu pesanan mereka datang, Roys mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, sebuah liontin berbentuk hati. Gea terkejut, ia berfikir bahwa Roys akan menembaknya malam itu.
“Menurut lu gimana Ge, bagus nggak?” tanya Roys.
“Bagus, bagus banget Roys.”
“Lu suka nggak…” Roys belum selesai bicara, Gea memotongnya.
“Gue suka banget, banget.”
“Berarti gue nggak salah pilih, setelah ujian nasional nanti gue mau nembak Kesha lagi Ge, makanya gue ngajak ketemuan lu dulu buat mastiin kado pilihan gue bener” jelas Roys.
Dalam sekejap raut wajah Gea berubah. Binar matanya meredup. Harapannya pupus kembali, ternyata cintanya bertepuk sebelah tangan. Roys masih setia dengan Kesha. Sepanjang makan malam dengan Roys, Gea menahan tangisnya. Ia juga menyesali perkataannya terhadap Upi. Saat itu ia benar – benar ingin bertemu dengan sahabatnya itu dan meluapkan semua perasaannya.
Setelah pulang, ia segera menelfon Upi dan mencurahkan semua isi hatinya. Ia juga meminta maaf atas perkataannya yang keterlaluan. Mereka menghabiskan waktu sepanjang malam.
            Tanggal 15 April 2013, ujian sekolah tingkat SMU sederajat dimulai. Gea telah mempersiapkan segalanya, baik mental maupun fisik. Ia juga tidak terlambat datang ke sekolah. Satu, dua, tiga dan empat hari pun berlalu. Seluruh siswa SMU Bintang merasa sedikit lega karena ujian telah usai. Gea merasa senang karena ia mampu mengerjakan soal kimia dengan lancar. Itu semua berkat bantuan Igan.
            Akhirnya, hari yang ditunggu pun tiba. Pengumuman kelulusan. SMU Bintang lulus100%. Gea sangat gembira dan ingin merayakan kelulusannya bersama Upi dan Igan. Namun, setelah belajar kelompok mereka yang terakhir, Gea tak pernah bertemu dengan Igan lagi.
“Pi, ngomong – ngomong Igan kemana ya, kok nggak pernah nongol?” tanya Gea
“Lu kangeeen yaa ama dia?” goda Upi.
“Apaan sih lu, gue kangen ama si cowok tengil, ya nggak mungkin lah.”
“Alah ngaku aja deh lu, ntar keburu orangnya pergi, nyesel deh lu.”
“Pergi, pergi kemana?”
“Tuh kan lu mulai kepo, hehehe”
“Gue serius Upi.”
“Gue seribu rius Gea.” Mendadak wajah Upi tampak serius. “Ge, sebenernya Igan itu suka ama lu sejak awal kalian ketemu”
“Lu bercanda ya Pi, mana mungkin cowok angkuh itu suka ama gue, tiap ketemu aja selalu berantem.”
“Itu semua dia lakuin untuk menarik perhatian lu, semua perlakuannya ke elu semata – mata agar lu tertarik ama dia”
“Tapi nggak dengan cara itu juga kan, gue pikir selama ini dia angkuh karena emang dia nggak suka ama cewek galak kayak gue”
“Sebenernya dia suka lagi ama kegalakan lu itu, dia bilang lu cantik banget kalau lagi marah”
“Kenapa lu baru bilang sekarang Pi, kenapa nggak dari dulu lu bilang ini semua”
“Igan ngelarang gue buat bilang, soalnya dia pengen nyatain langsung ke elu, tapi harapannya pupus setelah tahu lu suka ama Roys”
“Dan dia cuma berharap suatu hari nanti lu berhenti ngeliat Roys dan mulai ngeliat Igan” Upi melanjutkan.
“Gue nggak nyangka sedalem itu perasaan dia ke gue, sekarang dia dimana Pi lu tahu nggak?”
“Hari ini Igan berangkat ke Jogja Pi, dia mau balik ke rumah orang tuanya dan menetap di sana”
Tanpa menjawab perkataan Upi, Gea langsung pergi mencari taksi. Tak lupa ia juga membawa jaket Igan. Taksi yang ia tumpangi berhenti di terminal bus. Ia beruntung bus jurusan Jogja belum berangkat. Mata Gea terus menelusur sosok Igan. Kali ini ia tak ingin melewatkannya.
Setelah berkeliling ke seluruh bagian terminal, ia tak juga menemukan Igan. Ia putus asa dan menyerah. Setetes air mata jatuh ke pipinya. “Igan kamu dimana sih”
Dari arah belakang seseorang mengejutkannya. “Lu kangen ama gue ya cewek galak?”
Gea berbalik dan mendapati Igan berdiri dihadapannya. Seketika itu juga Gea memeluk Igan erat. “Jangan  pergi dari hidupku dan  maaf  aku  telah melewatkanmu”
“Aku tetap di sini kok, aku seneng kamu udah mulai melihatku, Ge…aku sayang sama kamu dari awal kita ketemu”
Mata mereka saling beradu, wajah mereka sangat dekat, dan semakin dekat. Gea merasa jantungnya berdebar kencang. Tak pernah ia merasakan yang seperti ini sebelumnya. Hidung mereka kini telah bersentuhan dan…
“Gue laper, makan yuk!” Igan membuyarkan suasana. Wajah Gea merah padam, ia sangat malu.






                                                                                                Pemalang, 6 Mei 2013
                                                                                                23:51 WIB
                                                                                                De_khka